Sabtu, 22 September 2012

Sakit

Terkadang sebuah penyakit dan rasa sakit diperlukan untuk mengenyahkan kesombongan diri, terkadang sebuah luka diperlukan untuk bisa lebih dari sekedar berkaca, memahami apa saja yang layak untuk disyukuri dari sebuah kemalangan. Terkadang kegilaan juga diperlukan agar bisa dapat terus waras dalam kehidupan di jaman edan ini.

Seorang dokter saja bisa salah mendiagnosa sebuah penyakit walaupun berbekal pengetahuan dan referensi yang memadai, apatah pula seorang manusia pasti sering tergelincir dalam jebakan-jebakan ilusi di dalam hidupnya.

Anugerah yang telah dimiliki acapkali diabaikan dan dilalaikan ketika terbentur pada suatu peristiwa yang menguras segenap emosi jiwa, aku hidup hanya dari persangkaan yang tidak benar pada diriku sendiri, bersandar pada bayang semu jejak langkah rancu, tertatih pada komponen hati yang ringkih, mengaduh pada setiap cekokan obat pahit yang seharusnya menjadikanku kuat, berteriak sengal dan merasa direngkuh sepi di tengah keramaian.
»»  Baca Selengkapnya...

#5

Kalau sedang sakit, butuh berobat, hindari sebisa mungkin ke dokter, apalagi ke dokter praktek, harganya selangit, supaya ga sakit, maka rajin-rajinlah berolahraga, makan dan istirahat yang cukup. Harga yang harus dibayar untuk berobat di negeri ini semakin menggila, orang yang kekurangan materi hanya bisa gigit jari. berobat ke dokter karena sakit, sungguh bukan perkara yang indah untuk dikatakan, bukan karena sakitnya, tapi lebih karena harus juga memikirkan berapa duit yang harus dikeluarkan ketika harus mampir menyapa sang dokter.

Kalau sedang sakit, butuh berobat, hindari sebisa mungkin ke dokter, apalagi ke dokter praktek, harganya selangit, supaya ga sakit, maka rajin-rajinlah berolahraga, makan dan istirahat yang cukup. Harga yang harus dibayar untuk berobat di negeri ini semakin menggila, orang yang kekurangan materi hanya bisa gigit jari. Ongkos berobat saat ini di negeri ini cukup mahal, bukan hanya di puskesmas atau rumah sakit umum, betapa akan lebih merobek kantong lagi jika harus berobat di klinik atau ke dokter yang membuka praktek di sore menjelang malam hari. Bukan hanya biaya dokternya saja yang meroket, konon harga obatpun tak ikut ketinggalan naik, padahal katanya sudah ada subsidi obat dari pemerintah, program pengobatan untuk masyarakat miskin yang bernama jamkesmas dan program-program brilian lainnya.

Kalau sedang sakit, butuh berobat, hindari sebisa mungkin ke dokter, apalagi ke dokter praktek, harganya selangit, supaya ga sakit, maka rajin-rajinlah berolahraga, makan dan istirahat yang cukup. Harga yang harus dibayar untuk berobat di negeri ini semakin menggila, orang yang kekurangan materi hanya bisa gigit jari. Padahal jika menilik kembali kepada sumpah profesi dokter indonesia, isinya sungguh teramat mulia. Sumpah yang diadopsi dari Hypocrates ini sebenarnya sangat mulia jika seluruh dokter mampu melaksanakan semua sumpah dengan tidak membelokkan maknanya, butuh kejernihan hati untuk bisa melaksanakan ini tentunya. Entah apa yang terjadi, sebagian besar dokter (walaupun ada segolongan besar lainnya) cenderung lebih mengindahkan kepentingan duniawi. Layanan kesehatan yang seharusnya dilakukan dengan hati nurani, harus lebih bersandarkan pada kekuatan materi, dalam hal ini seberapa besar kekayaan materi yang dimiliki pasien.

Kalau sedang sakit, butuh berobat, hindari sebisa mungkin ke dokter, apalagi ke dokter praktek, harganya selangit, supaya ga sakit, maka rajin-rajinlah berolahraga, makan dan istirahat yang cukup. Harga yang harus dibayar untuk berobat di negeri ini semakin menggila, orang yang kekurangan materi hanya bisa gigit jari. Orang yang kantongnya terbatas hanya bisa menghela nafas. Program berobat gratis untuk kalangan yang tak berpunya resmi hanya slogan dan tipu-tipu belaka, hanya dipakai dalam rayuan kampanye manusia-manusia indonesia dengan wajah sejuta.
»»  Baca Selengkapnya...

Rabu, 19 September 2012

#4

waktu berlalu bagai sembilu, 
helaan nafas tertahan,
saat malam kelam tenggelam perlahan, 
desau angin dingin membeku menembus otak, 
perlahan diam mengendap dalam
»»  Baca Selengkapnya...

Selasa, 18 September 2012

#3

Dua rumpun pulai bersandingkan tegakan kayu putih, diseling bibit pohon mangga yang sedang beranjak remaja. Pohon nangka masih tegak dengan jumawadi depan pelataran sebuah asrama, lebat buahnya selalu berhasil menggoda para tetangga untuk mencicipi manis dagingnya, sebanyak aku yang terlunta-lunta mencari jati diri, sebnyak kejadian tentang asmara yang selalu membekas di hati dan menyisakan tanya, betapa semua seperti sebuah lelucon belaka. Di bawah naungan pepohonan itu, berdiri anggun sebuah warung makan sederhana beratapkan rumbia, sebuah tempat yang selalu dijadikan penghuni asrama di belakangnya melewati malam-malam sepi, malam-malam untuk merajut janji hari esok yang belum pasti, tempat mereka menghabiskan malam dalam berteguk-teguk anggur merah murah meriah sambil ngerumpi tentang segala mimpi.
Aku masih terkungkung sepi dalam bilik yang lain, dalam dimensi yang berbeda, juga tentang mimpi yang bukan mimpi mereka. Bercengkerama dengan masa lalu, sibuk mencari jawab atas teka-teki yang selalu menemukan tempat untuk bersembunyi. Sendiri, ya..hanya sendiri, terkadang mereka masih sempat menertawai dibalik dengus alkohol wangi.
Dua tahun lamanya aku mencoba mengakrabi suasana yang tak pernah bisa singgah di hati, dua tahun pula aku beranjak pergi, belajar mengasingkan diri..


»»  Baca Selengkapnya...

Senin, 17 September 2012

#2

Gemericik keran kamar mandi
satu dua nyamuk menari-nari
membuat aku kesal sendiri
merutuk semakin menjadi-jadi
pelataran rumah sunyi, di kelam hari
Aku terjaga, sendiri

Lantai berdebu, sisa pesta pora malam ini
tak tersentuh pengharum lantai sejak lama
semut-semut hitam berjalan perlahan
kerumuni sisa darah luka semalam

Torehan itu masih nyinyir terasa
menghisap kuat-kuat dari bilik kenangan
menghamparkan semua kebusukan

Aku terkapar tak bermaya
tergugu menatap samar sinar lampu
tersedak suara iklan televisi 
»»  Baca Selengkapnya...

#1

Segalanya gelap
semua celah tertutup rapat : pengap
megap-megap mencari jalan keluar
hampir tumpas seluruh nafas

Hari berjalan lambat
siang hari terasa pekat
malam tak mampu walau hanya sekedar menguap
air mata kering di pelupuk sembab

Mata-mata menatap menusuk
tiap seruan terdengar serak
hela nafas tersendat-sendat
tidur tak lena, makan tak kuasa

perlahan hati membusuk
bernanah di jiwa tebar noda
kelindan luka lebar menganga
gemuruh jiwa bergolak samar
»»  Baca Selengkapnya...

Minggu, 16 September 2012

Tak pernah sekata


di bawah rumpun ketapang
angin bertiup lengang
burung gereja berkejar-kejaran
riak ombak susul menyusul
menghantarkan gelombang ke tepian

di bawah pohon randu
angin semilir terdengar menderu
mengantarkan salam rindu menggantung
menerbangkan burung-burung perling  menuju sarang
menyaksikan kuntul karang mencari makan di tepian

matahari mulai naik sepenggalan
mata nanar silau tertahan
masihkah terselip sebilah kenangan?
#kita tak lagi bersua, kehilangan makna kata-kata..
»»  Baca Selengkapnya...