Jumat, 19 April 2013

Kontemplasi III


Hampir seminggu sudah waktu berjalan meninggalkan tanah dimana aku pernah menabur benih-benih mimpi masa depan, tempat bertemu dengan orang2 aneh nan hebat, menjadi kampung ketiga dalam kurun waktu 4 tahun lebih ke belakang, menjadi saksi bisu ketika aku mendengar dan menyaksikan berbagai tragedi dan peristiwa-peristiwa besar.
Meninggalkan para sahabat yang termasuk kategori terbaik dalam kurun waktu setahun ke belakang, menjadi saksi vokal sekaligus tak berdaya menghadapi segala macam kemunafikan dan kebobrokan, bahkan yang tercetus dari dalam diri sendiri.
Kini, di negeri Kie Raha, negeri empat kesultanan, aku masih merindukan masa-masa itu, masa-masa menjalani segala macam tantangan dan rintangan sekaligus juga masa-masa hebat, masa ketika aku dan kalian berbagi cerita akan mimpi dan kesulitan hidup dalam remang malam, masa ketika kita ditempa oleh berbagai kesulitan dalam jalan cerita hidup yang berliku. Masa dimana kita membangun mimpi-mimpi setinggi langit dengan kemampuan yang masih sedikit, berhiaskan caci cela dan ejekan hina dari orang-orang yang tak pernah suka, bermandikan peluh sebesar biji jagung dan tetesan darah  serta rembesan air mata untuk menganulir itu semua. Di saat semuanya tampak telah mulai berkembang pesat, aku diasingkan kembali di negeri Utara, dipaksa membawa segunung makian dan protes yang masih tersemat di dada.


Desember 2012

Posting Komentar