Peluit kapal yang bersuit nyaring membangunkan segenap penumpang, pertanda kapal segera merapat di pelabuhan Banda Naira. Tak lama berselang, terdengar lantang suara melalui corong pengumuman yang ada di atas kapal KM. Ngapulu, menginformasikan kepada seluruh penumpang bahwa kapal akan segera bersandar di pelabuhan Banda Naira. Demikian pengumuman singkat yang dikumandangkan oleh Bagian Penerangan kapal Pelni yang saya tumpangi dari pelabuhan Tual selama 10 jam perjalanan, sebuah ibukota kabupaten di bagian Tenggara Maluku.
Banda Naira adalah nama sebuah pulau utama di antara beberapa pulau yang terdapat di kepulauan Banda, disebut utama kerana merupakan ibukota kecamatan Banda, juga merupakan tempat yang paling banyak penduduknya dibandingkan pulau-pulau lain di gugusan kepulauan Banda. Kepulauan Banda sendiri merupakan kumpulan pulau-pulau kecil yang terbentuk akibat adanya aktivitas vulkanik, terletak di bagian Tenggara Pulau Ambon. Perjalanan ke Banda dapat ditempuh dengan menggunakan Kapal Pelni yang biasa disebut masyarakat sebagai kapal putih, dengan jadwal 2 minggu sekali dan waktu tempuh sekitar 7-8 jam perjalanan dari kota Ambon. Juga dapat ditempuh melalui jalur udara dengan waktu tempuh sekitar 45 menit dan jadwal satu-satunya maskapai yang melayani rute Ambon-Banda Naira ini hanya dua kali dalam seminggu. Jika punya uang berlebih dan cuaca sedang baik, Banda Naira bisa juga dicapai dengan menggunakan speed boat carteran dari kota Ambon dengan waktu tempuh sekitar 5-6 jam, untuk ini anda harus merogoh kocek sekitar 20-30 juta rupiah sekali jalan. Waktu terbaik untuk melakukan kunjungan wisata ke daerah kepulauan seperti Banda adalah pada bulan Oktober sampai dengan Nopember, karena pada bulan tersebut cuaca khususnya keadaan laut cenderung lebih bersahabat dibandingkan bulan-bulan lainnya. Namun kunjungan dapat juga dilakukan pada rentang bulan Januari-Juni, hanya saja cuaca mungkin agak kurang menentu.
Kepulauan Banda pernah menorehkan tinta emas sekaligus darah pada catur perpolitikan dunia di masa lampau, sebutan The Bride of Moluccas pernah disandang kepulauan ini beberapa dasawarsa silam, yang berarti pengantin wanita kepulauan Maluku. Bangsa-bangsa kolonialis Eropa pernah bertarung mempertaruhkan nyawa dan maruah mereka untuk dapat menguasai gugusan kepulauan ini di masa lalu. Tersebutlah Belanda dan Inggris pernah menjejakkan kakinya dan mencoba menanamkan pengaruh dan kekuasaannya di salah satu kepulauan Maluku ini. Biang malapetakanya tak lain dan tak bukan adalah Pala dan Fuli (bunga yang menempel pada buah pala), rempah-rempah yang paling dicari pada jamannya oleh segenap bangsa mulai dari benua Asia sampai Eropa. Pala dan Fuli pula menjadi pangkal utama penyebab terpencar dan musnahnya suku asli Banda.
Sekitar beberapa ratus meter di penjuru Barat pulau Banda Naira, berdiri tegak gagah menjulang bak sebuah kukusan raksasa dengan warna hijau muda dan puncaknya yang gundul. Inilah pulau Gunung Api Banda yang merupakan rangkaian gunung berapi di kepulauan Maluku yang berjajar dari Tenggara jauh sampai bagian Utara kepulauan Maluku. Pulau Gunung Api Banda dapat dicapai dengan menggunakan Kole-kole dari Banda Naira, yaitu perahu kecil baik yang didayung menggunakan pengayuh manual maupun dengan mesin sejenis ketinting. Kole-kole merupakan sejenis taksi air yang biasanya digunakan masyarakat setempat untuk bepergian di sekitar kepulauan Banda, terutama antara pulau Banda Naira, pulau Banda Besar, dan pulau Gunung Api Banda.
Gunung Api Banda merupakan kawasan konservasi yang berstatus sebagai Taman Wisata Alam dengan luasan sekitar 734,46 Ha. Jalur pendakian hanya ada di sisi Timur pulau, dengan topografi yang agak curam. Titik tertinggi gunung api ini adalah sekitar 636 mdpl. Untuk dapat sampai ke puncak gunung biasanya membutuhkan sekitar 1,5 – 2 jam perjalanan. Perjalanan sebaiknya dilakukan pada pagi hari tapi tidak dianjurkan terlalu pagi. Menurut pos pengamatan gunung api Banda sebaiknya perjalanan mendaki gunung ini dilakukan di atas jam 7 pagi, hal ini untuk menghindari bahaya gas beracun belerang karena status gunung api Banda yang masih aktif sampai saat ini.
Segenap gugusan kepulauan Banda akan terlihat indah dan menawan dari puncak gunung api Banda, sebut saja pulau Banda Besar/Lontor, pulau Hatta, pulau Syahrir/pulau Pisang, pulau Ay, dan pulau Rhun. Pulau-pulau yang tersebar di seantero penjuru jika dilihat dari puncak gunung api inilah yang menyusun gugusan kepulauan Banda. Pulau terjauh dari gugusan kepulauan Banda adalah pulau Manuk yang terletak di bagian Tenggara pulau Banda Naira dengan jarak sekitar 122 Km. Selain itu di puncak gunung api Banda juga dapat dilihat bekas kawah letusan beberapa tahun silam, hawa belerang yang menyengat dapat tercium di sekitar puncak gunung api ini. Pasir dan kerikil, dan sejenis rumput kerdil mendominasi tutupan tanah di sekitar puncak. Dari puncak ini terlihat jelas pemandangan pulau Banda Naira, mulai dari Benteng Belgica, kawasan pemukiman masyarakat Banda Naira, juga pelabuhan udara Banda Naira. Pemandangan indah gugusan kepulauan Banda hanya dapat dilihat dari puncak gunung api Banda apabila cuaca cerah dan tanpa awan, sungguh pemandangan yang memanjakan mata setelah dihantui panas dan lelahnya pendakian sepanjang jalan menuju puncak gunung api.
Selain puncaknya yang menyajikan pemandangan alam yang menawan, gunung api Banda juga menyediakan dunia bawah laut yang tak kalah menarik. Lava Flow merupakan salah satu titik penyelaman yang wajib dikunjungi oleh orang yang mengaku cinta dunia bawah air. Walaupun pemandangan bawah laut dapat dinikmati hanya dengan melakukan Snorkling, namun akan lebih lengkap rasanya apabila melakukan penyelaman di salah satu titik selam favorit para penyelam ini. Titik penyelaman Lava Flow menyajikan pemandangan dunia bawah laut dengan formasi terumbu karang yang indah serta gerombolan ikan berwarna-warni yang mudah untuk dijumpai dari kedalaman 2 m – 30 m. Lava Flow sendiri merupakan tempat turunnya lahar ketika gunung api Banda meletus. Disebutkan bahwa gunung api Banda pernah meletus beberapa kali dengan rentang waktu sekitar 80-100 tahun sekali yaitu pada tahun 1614, 1720, 1810, 1891, dan beberapa erupsi kecil yang pernah terjadi. Terakhir kali meletus pada tanggal 8 Mei 1988. Pada letusan yang terakhir mengakibatkan terumbu karang yang ada di sekitar titik penyelaman Lava Flow yang sekarang hancur total, sekitar 70.000 m2 areal terumbu karang yang ada tertutup oleh lahar yang keluar dari gunung api Banda. Menurut laporan penelitian yang dilakukan oleh Tomascik et al pada tahun 1993 yang dimuat dalam laporan Kajian Coremap Indonesia tentang kepulauan Banda bekerjasama dengan UNESCO tahun 2001, disebutkan bahwa selang lima tahun setelah meletusnya gunung api Banda telah menyebabkan pertumbuhan terumbu karang dan hidupan bawah laut yang khas di sekitar Lava Flow. Hal ini dapat dilihat dari tingkat keragaman jenis, kelimpahan terumbu karang, dan pertumbuhan terumbu karang yang paling tinggi. Tercatat sebanyak 124 jenis karang yang ditemukan, dimana merupakan jumlah yang mewakili sekitar 40% dari keseluruhan jenis terumbu karang yang ada di bagian Timur Indonesia. Persentase penutupan terumbu karang sekitar 65%, dimana sekitar 35% spesies yang ditemukan merupakan jenis langka. Penelitian yang sama juga mencatat temuan tentang karang jenis Acropora,di mana Lava Flow merupakan tempat dengan jenis Acropora yang sangat beragam. Ditemukan 45 jenis Acropora di sekitar Lava Flow, sekitar 45% diantaranya merupakan jenis langka dan sukar ditemukan. Diketahui pula koloni Acropora mempunyai tingkat pertumbuhan sebesar 30 cm per tahun, dengan tingkat pertumbuhan radial sebesar 15 cm per tahun.
Gunung Api Banda merupakan salah satu tempat yang tepat untuk menikmati keindahan alam Maluku, jauh dari hiruk pikuk keramaian, disarankan untuk penikmat keindahan alam yang mengutamakan tempat yang damai dan tenang. Hamparan keindahan dan harmoni alam terangkum lengkap dari puncak gunung api Banda sampai ke dasar laut. Pulau-pulau di sekitar gunung api Banda juga menyajikan paket tujuan wisata yang tak kalah menarik, mulai dari wisata sejarah peninggalan pemerintah kolonial Belanda dan Inggris, rumah-rumah tempat pengasingan tokoh-tokoh nasional pada jaman penjajahan dahulu, sampai dengan pemandangan alam gugusan kepulauan Banda dari daratan sampai ke dasar lautnya. Minimnya akses transportasi yang melayani rute ke arah kepulauan Banda dapat diakali dengan perencanaan perjalanan yang matang. Mari berkunjung ke Banda, nikmati sajian pesona keindahan alam dan sejarahnya.
Lampiran Foto
Pemandangan Gunung Api Banda dari Pulau Banda Naira
Gunung Api Banda Naira dari Pulau Banda Besar
Banda Neira dari Puncak Gunung Api Banda
Banda Neira dari Puncak Gunung Api Banda (2)
Benteng Belgica di Banda Naira
Pemandangan bawah air di seputaran Gunung Api Banda
Pemandangan bawah air di seputaran Gunung Api Banda (2)
Pemandangan bawah air di seputaran Gunung Api Banda (3)
Daftar Pustaka
1. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Maluku, 1998. Kawasan Konservasi Sumber Daya Alam di Provinsi Maluku. Ambon.
2. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Maluku. 2009. Rencana Pengelolaan Taman Wisata Alam Gunung Api Banda. Ambon
5. Wirdjoatmodjo,Nuning.2001.Banda Islands Coastal Ecosystems. Dari http://www.terangi.or.id/publications/pdf/banda_report.pdf, 9 Januari 2012